pendidikan karakter

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anggapan bahwa keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh kemampuannya membaca dan berhitung pada usia dini, tidak benar. Demikian penegasan Ratna Megawangi, Ph.D., direktur eksekutif Institut Pengembangan Pendidikan Holistik Indonesia Heritage Foundation.
Menurut beliau, justru kematangan emosi yang terbentuk pada usia prasekolah dan bukan kemampuan membaca dan berhitung- yang menentukan kesuksesan anak. Contohnya, ketertarikan anak terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, mempunyai rasa percaya diri, mengetahui cara dan kapan anak meminta bantuan dari guru atau orang-orang dewasa lainnya, kesabaran menunggu, mematuhi instruksi, dan mampu bekerja sama dalam kelompok.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Berangkat dari pendapat ahli dn hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, ada sebuah fakta yang terungkap. Bahwa kecerdasan intelektual tidak selalu menjamin keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Ketika kesadaran ini muncul maka lahirlah juga gagasan-gagasan yang merumuskan sebuah sistem baru berkaitan dengan hal ini, yaitu sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya mengutamakan kecerdasan emosional, tetapi juga kemantapan karakter. Maka lahirlah apa yang disebut pendidikan karakter.
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Dalam pembahasan kali ini akan diulas betapa pentingnya pendidikan karakter dalam rangka memenuhi kebutuhan akan generasi penerus yang berprinsip dan berkarakter, sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang seperti apapun serta mampu memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Pendidikan karakter yang dulu belum terlihat, kini menjadi sebuah solusi yang menjanjikan perubahan dan perbaikan lewat generasi muda. Namun segalanya tak mungkin berjalan dengan sendirinya tanpa dibarengi sebuah hubungan dengan faktor-faktor pendukung yang lain. Perlu adanya sebuah integrasi yang mampu menunjang keberhasilan pendidikan karakter.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
2. Menambah wawasan tentang kependidikan karakter.
3. Menjadi bekal awal sebagai calon pendidik yang profesional.
4. Pembuka wawasan bagi masyarakat luas tentang pendidikan karakter.
5. Sebagai langkah awal sekaligus landasan teori bagi pengembangan pedidikan karakter.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah semua komponen harus dilibatkan termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengolahan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
2.2 Fungsi Pendidikan Karakter
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh institusi pendidikan di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
2.3 Tantangan Pendidikan Karakter
Salah satu kendala mendasar yang membuat pendidikan karakter sulit berkembang adalah paradigma masyarakat yang masih beranggapan bahwa kemampuan intelektual akan lebih menjamin kesuksesan seseorang. Sehingga anemo masyarakat sendiri dalam menyambut pandangan baru dalam dunia pendidikan seperti ini sangatlah rendah.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Selain itu sistem pendidikan yang belum direvisi, membuat pendidikan karakter sulit dikembangkan di setiap institusi pendidikan. Dengan tidak adanya sistem maka pelaksanaannya pun tidak apat disusun secra sistematis. Di samping belum adanya sistem yang mengatur tentang hal ini, masih ada kendala yang lain yaitu kurangnya tenaga pengajar yang mumpuni di bidang pendidikan karakter. Karena merupakan tantangan tersendiri bagi seorang pendidik untuk mampu menyampaikan sekaligus membentuk intelegensi dan karakter kuat pada peserta didiknya.
Perubahan ini tak hanya menutut kerja keras dari pihak institusi, pemerintah, maupun pengajar saja, melainkan juga dari seluruh masyarakat. Karena pendidikan awal dan terintensif adalah di keluarga. Untuk itu segala sesuatunya tak cukup hanya dilakukan ketika pendidikan formal saja melainkan juga pendidikan informalnya yang meliputi keluarga dan lingkunan.
Namun pada akhirnya segala kendala tersebut akan tidak berarti manakala ada sebuah niatan ikhlas memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa dan adanya kerjasama dari berbagai pihk untuk bersama-sama menuju tujuan yang sama pula.

2.4 Standar Penilaian Pendidikan
• STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
• PP NO. 19 TAHUN 2005 Pasal 63
• (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
• Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
• Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
• Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64)
• Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
• Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
• a. menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
• b. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
• c. memperbaiki proses pembelajaran.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
• (3) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
• a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
• b. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
• (4) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
• (5) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
• (6) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
• a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; serta
• b. ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
• (7) Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
• kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
• kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
• kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
• kelompok mata pelajaran estetika; dan
• Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65)
• Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sbgmana dimaksud dalam Psl 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
• Penilaian hasil belajar sbgmana dimaksud pada ayat (1) utk semua mata pelajaran pada klpk matpel agama dan akhlak mulia, klpk matpel kewarganegaraan dan kepribadian, klpk matpel estetika, dan klpk matpel jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
• Penilaian akhir sbgmana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sbgmana dimaksud dalam Psl 64.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65, Lanjutan)
• (4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65, Lanjutan)
• (5) Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
• (6) Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 66)
• Penilaian hasil belajar sbgmana dimaksud dalam Psl 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran iptek dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
• Ujian nasional diadakan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
• Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH
• Pasal 67
• Pemerintah menugskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti oleh semua peserta didik…
• Pasal 68
• Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
• pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
• dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
• penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.
• pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 69)
• Setiap peserta didik jalur formal dikdasmen dan jalur formal kesetaraan berhak mengikuti UN dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus
• (3) Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 70)
• SD/MI/SDLB: B.Ind, Matematika, dan IPA
• Paket A: B. Ind, Matematika, IPA, IPS, dan PPKn.
• SMP/MTs/SMPLB: B.Ind, B. Inggris, Matematika, dan IPA.
• Paket B: B. Ind, B. Inggris, Matematika, IPA, IPS, dan PPKn.
• SMA/MA/SMALB: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pend.
• Paket C: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pend.
• SMK/MAK: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 72)
• Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah:
• menyelesaikan seluruh program pembelajaran
• memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran (kecuali IPKTEK).
• lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok matpel IPTEK; dan
• lulus ujian nasional.
• (2) Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan ybs sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter berfungsi untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Tantangan pendidikan karakter diantaranya :
• Kurangnya antusiasme masyarakat dalam menyambut anggapan baru dalam dunia pendidikan.
• Kurangnya intensitas belajar di sekolah.
• Kurangnya peran pendidikan informal dalam pembentukan kepribadian yang berkarakter.
• Belum adanya sistem yang mengatur.
• Kurangnya tenga pengajar yang ahli di bidang pendidikan karakter.

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
• PP NO. 19 TAHUN 2005 Pasal 63
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65, Lanjutan)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 66)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 69)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 70)
• PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 72)





























Daftar Pustaka

http://file.upi.edu/ai
http://deroe.wordpress.com/2007/12/03/tantangan-pendidikan-dalam-kondisi-indonesia/
http://www.waspada.co.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...