karangan dalam paragraf

A. Pengertian Paragraf
Iatilah lain untuk paragraf adalah alinea. Paragraf adalah ba­gian terkecil karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat. Namun, yang per­lu diperhatikan ada­­lah ti­dak se­tiap kum­­­pulan kalimat pasti merupakan paragraf. Contoh yang ber­­ikut, mi­sal­nya, bukanlah me­­­ru­pakan pa­ragraf karena kalimat-ka­­li­mat pem­bentuk­nya tidak ber­hubungan satu sama lain untuk men­­dukung satu ide po­kok.

(28) (a) Salah satu hasil akhir yang diharapkan dicapai da­­­ri pro­ses perkuliahan di perguruan tinggi adalah ma­ha­sis­wa yang mandiri. (b) Dalam perkuliahan di perguruan ting­gi, ada dua jenis kegiatan belajar, yaitu ke­giat­an belajar tatap mu­ka dengan dosen (kuliah) dan ke­­giatan belajar yang dila­kukan mahasiswa tanpa keha­diran do­sen (kegiat­an terstruktur dan belajar man­diri). (c) Di perguruan tinggi suasa­na bel­ajar yang pa­sif dan menerima saja atau rote learn­­ing tidak diharapkan terjadi.

Berkebalikan halnya dengan contoh (29) berikut ini.

(29) (a) Dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan ber­­gaul dengan sesamanya. (b) Dalam kedudukannya sebagai kar­yawan suatu instansi, ia akan bergaul de­ngan karyawan yang lain dan dengan pimpinannya. (c) Dalam keduduk­an­­nya sebagai anggota masyarakat, ia akan bergaul dengan te­tangganya, dengan ketua RT-nya, dengan ketua RW-nya, dengan kepala desanya, dan seterusnya. (d) Da­lam kedu­duk­­­annya sebagai anggota suatu keluarga, ia akan bergaul dengan saudara-saudaranya dan dengan kedua orang tua­nya. (e) Demi­kian pula, dalam rangka menjamin lancarnya suatu pe­me­rintahan, suatu instansi atau suatu departemen akan berkomunikasi dengan departemen yang lain karena ke­dua belah pihak saling memerlukan. (f) Dalam dunia bis­nis dan dunia ekonomi terjadi peristiwa yang sama. (g) Ber­bagai per­usahaan akan saling mengisi dan sa­ling me­me­­san barang yang diproduksi perusahaan lain, dan sebagainya.

Contoh (29) tersebut merupakan paragraf karena kalimat-ka­­li­mat pembentuk­nya, yaitu kalimat (a)-(g) ber­hubungan satu sama lain untuk men­­­dukung satu ide po­kok. Ide pokok yang dimaksud adalah pergaulan antarmanusia yang tertuang dalam kalimat (a). Oleh karena itu, kalimat (a) itu berfungsi sebagai kali­mat topik, sedang­kan kalimat (b)-(g) berfungsi sebagai kalimat penjelas. Pemasalahannya adalah bagai­manakah suatu paragraf dapat disebut paragraf yang baik?

B. Syarat Paragraf yang Baik
Ba­­gian ter­kecil karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat da­pat di­se­­but paragraf yang baik apabila memenuhi persya­ratan paragraf. Persyaratannya adalah hanya mengan­dung satu ide pokok, ada ke­paduan (cohesion) dan kesa­­­­tu­­an (coherence) antar­kali­mat pem­ben­tuknya, dan berunsur ka­li­mat topik dan kalimat pe­ngem­­­­bang. Keempat syarat itu bersifat sa­ling melengkapi.


Ide pokok (lih. Ramlan, 1993:9) bia­­sa pula disebut topik (Arifin dan Amran Tasai, 1993:123-141; Na­tawi­djaja, 1979:11), tema (Poer­wadarminta, 1967b:33-38), pi­­kiran po­kok (Ta­­rigan, 1986:11), gagas­an pokok (Akhadiah dkk., 1989:153), gagasan utama (Ke­raf, 1994:70), dan ide utama (Liang Gie, 1992:73-76). Ide pokok ada­­lah inti amanat se­buah paragraf (Liang Gie dan Wi­dya­mar­taya, 1983:168). Ide pokok itu dijadikan titik tolak atau tumpuan da­lam penyusunan paragraf. Ide pokok itu bia­sanya dituangkan da­­lam ka­limat topik. Da­lam paragraf berikut, misalnya, ide po­kok yang ter­siratkan ada­lah “per­­­bedaan titik berat pendidik­an orang dewasa dan anak-anak” yang di­­tuangkan dalam kalimat (a) se­bagai kalimat topik.

(30) (a) Titik berat pendidikan orang dewasa berbeda da­ri pen­di­dikan anak-anak. (b) Titik berat pendidikan anak- anak adalah pro­­ses pemberian dasar-dasar pengetahuan, pembentukan sikap men­tal dan moral serta pen­­­didikan ke­war­gaan ne­gara. (c) Titik berat pendidik­an orang dewa­sa ada­lah pe­ningkatan kehidupan serta pemberian ke­te­ram­pil­an dan kemampuan untuk memecahkan persolan-­per­soal­­an yang di­alami dalam hidup dan dalam ma­sya­rakat.

Paragraf yang baik hanya mengandung satu ide pokok. Oleh ka­rena itu, bila da­lam satu paragraf terdapat lebih dari sa­tu ide pokok, paragraf itu bukan merupakan paragraf yang baik, dan untuk menjadi pa­ra­graf yang baik, paragraf itu harus dipecah ke dalam beberapa pa­ragraf. Per­hati­kan­­lah con­toh yang ber­ikut.

(31) (a) Pembicaraan kalimat penjelas tidak dapat dipi­sah­kan dengan kalimat utama. (b) Dinamakan kalimat pen­­jelas karena ada kalimat utama. (c) Sebaliknya, dinama­kan ka­limat utama karena ada kalimat penjelas. (d) Meskipun de­mikian, keduanya mempunyai perbeaan yang nyata.

(32) (a) Di samping upaya memenuhi kebutuhan hi­dup, se­tiap ke­lom­pok sosial membutuhkan rasa aman seca­ra fi­sik mau­pun spiritual. (b) Biasanya cara yang di­tempuh un­tuk menjamin rasa aman adalah meng­hin­­­dar­­kan kontak- kon­­tak langsung dengan kelompok so­­sial lainnya de­ngan mem­­­ba­ngun perkampungan yang berjauhan. (c) Me­reka se­­nga­ja mem­biarkan ada­nya wi­layah tak bertuan sebagai pe­nyang­ga sekaligus sebagai penghambat terjadinya serbu­an yang tidak terduga dan mendadak (d) Namun, kontak- kontak an­tar­­­indi­vidu tidak tertutup sama se­kali ka­rena pa­da da­sar­nya me­re­ka, terutama di kalangan generasi muda, ingin men­cari peng­alam­an. (e) Karena terdorong oleh kebutuh­an hu­bung­an dagang atau eks­­pe­disi untuk men­da­pat­kan wa­nita karena ada­nya larangan ka­­win di antara sesama ang­gota kelompok, kon­­tak-kon­tak itu memung­­­kinkan terjadi. (f) Dengan ada­nya tukar-menukar ba­rang dan jasa atau per­kawinan silang ke­lom­pok itu, misalnya, me­­­re­ka saling menukar penge­ta­huan dan pe­ngalaman mau­pun ba­rang dan jasa yang me­rang­sang terjadinya akul­turasi bu­da­ya. (g) Kon­tak-kontak buda­ya, en­tah secara langsung atau tidak langsung, telah me­­rangsang ter­­ja­di­nya proses per­­kembang­an kebuda­ya­an. (h) Kendati­pun kontak-kon­tak budaya itu diperlukan untuk mem­­perce­pat per­kem­bang­an kebuda­ya­an, namun me­ning­katnya inten­sitas kontak bu­da­ya yang tidak ter­ken­­dali se­ringkali me­nim­bul­kan reaksi ke­ras di an­ta­ra me­­reka yang terlibat. (i) Per­kembangan ke­bu­da­yaan itu me­­­nun­tut orang-orang untuk me­lakukan pe­nyesuaian baik penyesuai­an pengem­­bangan perilaku seca­ra per­orang­an (indivi­dual adjustment) maupun pengem­bang­an pranata so­sial (social adaptation). (j) Pe­nyesuaian itu seringkali dapat menimbulkan ke­te­gangan dan per­­ten­tang­an sosial da­­­lam masyarakat yang bersangkutan.

Contoh (32) tersebut merupakan paragraf yang terdiri atas empat kalimat, yaitu ka­limat (a)-(d). Paragraf tersebut merupakan paragraf yang baik karena hanya terdiri atas satu ide pokok. Ide pokoknya ada­lah “kalimat penjelas dan kalimat utama” yang dituang­kan dalam kalimat (a). Ide pokok yang tersurat dalam kalimat (a) itu kemudian dikembangkan de­ngan pola perbandingan ke dalam kalimat (b)-(d).

Contoh (33) berbeda dengan contoh (32). Contoh (33) merupakan paragraf yang berunsurkan sepu­luh kali­mat, yaitu kalimat (a)-(j). Pa­ra­graf (6) ter­sebut bukan merupakan yang baik karena tidak terdiri atas satu ide po­kok, te­tapi dua ide pokok. Ide pokok pertama tersurat pada ka­limat (a), yaitu setiap kelompok sosial membutuhkan rasa aman seca­ra fi­sik maupun spiritual, dan ide pokok kedua tersurat pa­da kalimat (g), yaitu kontak-kontak budaya merangsang terja­di­nya proses per­kem­bang­an kebudayaan. Untuk menjadikan paragraf yang baik, pa­ragraf (33) terse­but ha­rus dijadikan dua paragraf seperti berikut.

(33a) (a) Di samping upaya memenuhi kebutuhan hi­dup, se­tiap ke­lompok sosial membutuhkan rasa aman seca­ra fi­sik maupun spiritu­al. (b) Biasanya cara yang ditempuh un­­tuk menjamin rasa aman adalah menghin­dar­kan kontak-kon­­tak langsung dengan kelompok so­sial lainnya de­ngan mem­­­­ba­ngun perkampungan yang ber­jauhan. (c) Me­­reka se­­nga­ja mem­biarkan adanya wi­la­­yah tak bertuan sebagai pe­nyangga sekaligus sebagai peng­ham­bat terja­dinya serbuan yang tidak terduga dan mendadak. (d) Na­mun, kontak-kontak an­tar­indi­vidu tidak tertutup sama se­kali ka­rena pa­da dasarnya me­re­ka, terutama di kalang­an gene­ra­si mu­da, ingin mencari peng­alam­an. (e) Karena ter­dorong oleh kebutuh­an hu­bung­an dagang atau ekspedi­si untuk men­dapatkan wa­nita karena ada­nya larangan ka­win di an­ta­ra sesa­ma ang­gota kelompok, kon­­tak-kontak itu memung­­kin­kan terjadi. (f) Dengan ada­nya tukar-me­nu­­­kar ba­­rang dan ja­­sa atau perkawinan silang ke­lom­pok itu, mi­salnya, me­­­re­ka saling me­nukar penge­ta­huan dan pe­nga­laman mau­­pun ba­rang dan jasa yang me­rangsang ter­­­jadi­nya akul­­turasi bu­daya.

(g) Kontak-kontak budaya, entah secara langsung atau ti­dak langsung, telah merangsang ter­jadinya pro­ses per­­­­­­kem­­bang­an kebuda­yaan. (h) Kendatipun kontak-kon­­tak bu­­daya itu di­per­lukan untuk mem­percepat per­kem­­bang­­­an kebuda­yaan, na­mun meningkatnya in­ten­sitas kon­­­­­tak bu­da­ya yang tidak ter­kendali se­ringkali me­nim­bul­kan reaksi ke­ras di antara me­reka yang ter­li­bat. (i) Per­­kembangan ke­­budayaan itu me­nun­tut orang-orang untuk me­la­kukan pe­nyesuai­an baik pe­nye­suaian pengem­­­bangan pe­rilaku se­­cara per­orang­an (in­di­vi­dual adjustment) maupun pe­ngem­bang­an pranata so­sial (so­cial adaptation). (j) Pe­nye­suaian itu sering­kali da­pat me­­nim­bul­kan ke­te­gang­an dan pertentangan sosial da­lam ma­sya­ra­kat yang ber­sang­kutan.

Suatu paragraf dinyatakan padu (cohesive) bila kalimat-ka­li­mat pem­ben­tuknya berhubungan satu sama lain. Sifat padu itu da­pat di­tam­­­pak­kan de­ngan cara menyusun kalimat-kalimat da­lam pa­ra­graf ke dalam satu urutan yang logis dan menyusun kalimat-ka­limat dalam pa­ragraf yang mempu­nyai urutan pola dan kai­dah ke­bahasaan yang ter­atur (Pa­rera, 1982:17).

(34) (a) Paragraf merupakan satuan informasi dengan ide po­­­­kok se­bagai pengendalinya. (b) Informasi yang dinya­ta­kan da­lam kalimat yang satu berhubungan erat dengan in­for­­masi yang di­nyatakan dalam kalimat yang lain, atau de­ngan kata lain informasi yang dinyatakan dalam sejumlah kalimat yang membentuk paragraf itu berhubungan erat atau sangat pa­du. (c) Kepaduan itu merupakan sya­rat ke­berhasil­an suatu para­graf. (d) Tan­pa ada­­nya kepaduan in­for­masi, kumpulan infor­masi itu tidak meng­hasilkan pa­ragraf.

Paragraf (34) yang terdiri atas empat kalimat, yaitu kalimat (a)-(d), itu bersifat padu. Kalimat (a) berisi “paragraf sebagai sa­tuan informasi”. Sa­tuan informasi itu dijabarkan lebih terinci pada kalimat (b)-(c). Pa­ragraf tersebut kemudian ditutup dengan kalimat (d) yang sesungguh­nya merupakan penegasan dari kalimat (a)-(c).

Suatu paragraf dinyatakan memiliki kesatuan (coherence) apa­bila kalimat-kalimat pem­bentuknya tidak terlepas dari ide po­koknya. Kalimat-kalimat pembentuknya terfokus pada ide pokok dan mence­gah ma­suk­nya hal-hal yang mendapat kesulitan dalam memelihara ke­­­­­sa­tuan itu (Akhadiah dkk., 1989:148). Perha­ti­kan­­lah contoh yang ber­­ikut.

(35) (a) Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh da­­ri eks­presi diri. (b) Ko­munikasi tidak akan sempurna bila eks­­presi diri ki­ta tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. (c) De­ngan komuni­kasi, kita dapat me­nyam­­­­paikan se­­mua yang kita rasakan, kita pikirkan, dan kita ketahui pada orang lain. (d) Dengan komunika­si pula, kita mempelajari dan me­warisi semua yang pernah dicapai ne­­nek mo­yang kita, serta apa yang di­capai oleh orang-orang yang se­­za­man de­ngan ki­ta.

Paragraf (35) tersebut bersifat menyatu karena kalimat-kalimat pem­­ben­tuknya, yaitu kalimat (a)-(d), terpusat pada satu ide po­kok, yaitu komu­nikasi, yang tertuang pada kalimat (a). Sifat menyatu itu terlihat jelas de­ngan penyebutan ulang ide pokok pada kalimat (b)-(d).

Syarat lain untuk paragraf yang baik adalah memiliki kalimat to­pik dan kalimat pengem­bang. Kalimat topik adalah kalimat yang ber­­isi ide pokok, sedangkan kalimat pengembang adalah ka­limat-ka­limat yang ber­isi rincian ide pokok yang terbentang da­lam kalimat to­pik. Perhatikan­lah contoh yang ber­ikut.

(36) Indonesia pernah mengalami sejumlah kemajuan da­lam bi­dang ekonomi walaupun masih ada beberapa ma­­­sa­lah di sana-sini, di antaranya adalah masa­lah ke­mis­­kin­an, ma­salah peng­ang­guran, dan masalah ledak­an pen­du­duk.

Meskipun dimungkinkan ada, paragraf seperti (36) itu bukan merupa­kan paragraf yang baik karena hanya terdiri atas satu kalimat panjang sehingga kalimat topik dan kalimat pengembang­nya tidak je­las. Lain hal­nya dengan contoh (37) berikut. Paragraf (37) berikut merupakan pa­­ragraf yang baik kare­na terdiri atas kalimat topik, ya­itu kalimat (a), dan kali­mat pengembang, yaitu kalimat (b)-(d). Kalimat (b)-(d) itu berfung­si sebagai pengembang kalimat topik.

(37) (a) Aristoteles dilahirkan pada tahun 384 SM di Sta­­gira, se­buah jajahan Yunani di kawasan Asia Kecil. (b) Ayah­­nya se­­orang dokter, anggota dari serikat kerja Asclepia­dae. (c) Se­jak ke­cil ia sudah yatim piatu sehingga ia di­besarkan oleh salah se­orang sanak keluarganya. (d) Tam­pak­nya, sejak usia di­ni Aris­­toteles me­mang telah men­da­pat­kan pelajaran dari ayahnya dalam bi­dang biologi dan kedokteran.

C. Cara Penyusunan Paragraf
Bagaimanakah paragraf yang baik dapat disusun? Paragraf yang baik disusun dengan melewati tiga langkah. Lang­­kah per­­­tama adalah menentukan ide pokok. Ide pokok itu dapat pula disebut pi­kir­an pokok atau gagasan utama. Penentuan ide pokok itu di­lakukan pa­da langkah pertama karena dalam penyu­sunan pa­ra­­graf ide po­­kok ber­peranan se­bagai pengen­dali (Ramlan, 1993:9). Ide pokok itu dapat di­am­bil con­toh “kartun”.
Langkah kedua adalah membuat kalimat dengan ide pokok yang telah ditentukan. Kalimat yang dimaksud disebut ka­limat to­pik. Is­­tilah lain untuk kalimat topik itu adalah ka­limat tum­­puan (Pa­­­rera, 1982:14) dan kalimat utama (Liang Gie, 1992:75; Soe­dji­to dan Hasan, 1986:12). Kalimat topik itu dijadikan tumpuan da­lam pe­nyu­sunan pa­ragraf. De­ngan ide pokok “kartun”, misalnya, dapat disusun kalimat to­pik Kartun ada­lah gambar interpretatif yang simbolis mengenai si­kap orang, si­tuasi, atau kejadian terten­tu.

Langkah ketiga adalah mengembangkan kalimat to­pik men­­­ja­di paragraf. Caranya adalah dengan menyusun kalimat lain yang isinya berhubungan dengan, mendukung, meng­uraikan, dan atau menjelaskan ide pokok yang tertuang dalam kalimat topik. Kalimat lain itu ber­fungsi sebagai pengembang atau penjelas kalimat topik. Kalimat yang berfungsi sebagai pengembang atau penjelas kalimat topik itu dapat disebut kalimat pengembang atau kalimat penjelas.

Dalam kenyataannya, ada banyak po­la pengembangan ka­li­mat topik menjadi paragraf. Salah satu di antaranya adalah dengan ka­­limat to­­pik (a) Kartun ada­lah gambar interpreta­tif yang simbo­lis mengenai sikap orang, situasi, atau ke­ja­dian ter­­tentu yang di­tem­patkan pada awal paragraf, mi­sal­­nya, da­pat di­susun kalimat-kali­mat pengembang de­ngan mengulang ide pokok “kartun” menjadi (b) Kartun se­ring di­gu­nakan un­tuk me­nyampaikan pesan secara cepat dan ring­kas ke­pa­da masya­rakat sebab kartun mempunyai kemampuan yang sa­ngat be­sar untuk me­na­rik perhatian dan mempengaruhi si­kap atau perilaku, (c) Kartun biasanya me­nonjolkan isi pesan serta karakter yang mudah dikenal dan dime­ngerti, bukan pada de­tailnya, sehing­ga bia­sanya berbentuk sa­ngat sederhana, dan (d) Mes­kipun se­derhana, kartun yang baik dan mengena akan berkesan da­­lam ingatan da­lam jangka wak­tu la­ma, se­hingga terbentuk pa­ra­graf berikut.

(38) (a) Kartun ada­lah gambar interpreta­tif yang simbolis me­ngenai sikap orang, situasi, atau kejadian ter­tentu. (b) Kartun se­ring digunakan untuk menyampaikan pesan secara cepat dan ringkas kepada masyarakat sebab kartun mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menarik perhatian dan mem­pe­ngaruhi sikap atau perilaku, (c) Kar­­­tun biasanya menonjolkan isi pe­san serta karakter yang mu­dah dikenal dan dime­ngerti, bukan pada detailnya, sehing­ga biasanya berbentuk sa­ngat sederhana. (d) Mes­ki­pun se­der­hana, kar­­­­­tun yang baik dan mengena akan ber­­­­ke­san da­lam ingatan dalam jangka waktu lama.

Paragraf dapat disusun dengan memperhatikan kemung­kin­an pe­­nempatan kalimat topik. Paragraf dapat disusun dengan cara meletakkan kalimat topik pa­­da awal pa­ragraf. Penyusunan paragraf de­ngan ca­ra ini disebut penyusunan secara deduktif sehingga paragrafnya pun di­se­but paragraf deduktif. Jadi, bentuk su­­sun­an paragraf deduktif ini ada­lah kalimat topik diikuti oleh kalimat(-kalimat) pengembang. Con­­tohnya sebagai ber­ikut.

(39) (a) Kemenangan Clinton atas Bush memang lu­ar bia­sa dan ge­mi­lang. (b) Namun, kegemilangan ini harus disertai sua­tu tugas untuk segera memulihkan AS sebagai negara eko­­nomi yang ter­ku­at untuk menjadi adidaya dan satpam du­­nia.

(40) (a) Hutang Amerika Serikat sekarang ini berjum­­lah se­kitar empat trilyun dolar. (b) Bunga hutang yang harus diba­yar­nya tiap tahunnya melampaui ang­garan mi­liter­nya, bah­kan men­ca­pai rekor dalam senjata AS, yakni sekitar 270 milyar dolar. (c) Hutang AS sekarang ini lebih besar dari hutang tahun 1980 ketika Presiden Ronald Rea­­­­gan me­mangku ja­bat­an­nya. (d) Ini menjadi tugas Bill Cinton se­karang untuk mem­perkecil hutang tersebut.

Contoh (39) dan (40) tersebut merupakan paragraf yang disusun de­ngan menempatkan kalimat topik pa­da awal paragraf, yaitu pada kalimat (a), diikuti oleh kalimat(-kalimat) pengembang. Kalimat topik pa­da paragraf (39) adalah Ke­menangan Clinton atas Bush me­­mang luar biasa dan ge­mi­lang, sedangkan dalam pa­ragraf (40) adalah Hu­tang Amerika Serikat se­karang ini berjum­lah se­kitar 4 trilyun dolar. Sementara itu, kalimat lainnya, yaitu kalimat (b) untuk paragraf (39) dan kalimat (b), (c), dan (d) un­tuk paragraf (40), merupakan kalimat pengembang.

Paragraf dapat disusun dengan cara menempatkan kalimat topik pada akhir paragraf. Paragraf yang disusun dengan cara se­perti itu di­na­mai paragraf induktif. Bentuk susunan paragraf induktif ini adalah kalimat(-kalimat) pengembang ditempatkan mendahului ka­limat to­pik. Contohnya sebagai berikut.

(41) (a) Para ilmuwan sosial, dengan berbagai teori me­re­­ka, tidak kurang merupakan ikatan-budaya ma­nu­sia la­in. (b) Sis­tem pen­didikan Barat memberi kita se­­mua ca­ra-cara menginterpretasi­kan pengalaman. (c) Berbagai asum­si im­­plisit me­ngenai du­nia muncul dalam ber­bagai teori dari se­tiap di­siplin aka­de­mik, kritik sastra, ilmu alam, sejarah, dan semua ilmu so­si­al. (d) Etnografi sen­di­­ri ber­upaya untuk men­doku­men­tasikan ber­bagai realitas alter­natif dan men­­des­krip­sikan realitas itu dalam batas­an rea­litas itu sen­di­ri. (e) De­ngan demikian, et­­nografi dapat ber­fungsi ko­­­­rek­tif terhadap teori-teori yang muncul da­lam ilmu so­sial Ba­rat.

(42) (a) Karena uang banyak, harga barang menjadi ma­hal. (b) Uang terpaksa naik. (c) Setiap kali, harga ber­ubah dan mem­bu­bung tinggi. (d) Mereka rugi dan akhir­nya gu­lung tikar. (e) Peng­­ang­guran merajalela dan rak­yat men­derita.

Contoh (41) dan (42) tersebut merupakan paragraf yang disusun de­ngan cara meletakkan kalimat topik pada akhir paragraf. Kalimat to­pik kedua paragraf ter­sebut adalah kalimat (e), sedangkan kalimat-kalimat la­­innya, ya­itu kalimat (a)-(d), me­rupakan kalimat pengembang.

Paragraf dapat pula disusun dengan cara menempatkan kalimat to­pik di awal dan diulang pada akhir paragraf. Dalam hal ini, ide po­­kok yang diletak­kan pa­da awal paragraf biasanya berisi pernya­ta­an yang bersifat umum, sedangkan yang terletak di akhir paragraf sebe­nar­nya me­­rupa­kan ulangan dari ide pokok yang ter­letak pada bagian awal pa­ragraf (Ramlan, 1993:6). Kali­mat topik ulangan itu tentu saja tidak harus sama persis dengan kalimat to­pik yang diletakkan pada awal pa­ragraf. Kali­mat topik ulang­­an itu bo­leh diubah bentuk ka­ta-ka­­ta­nya, susunan kalimatnya, tetapi ide po­kok te­tap sama (Soedjito dan Ha­san, 1986:14). Paragraf yang kalimat topiknya terletak di awal dan akhir pa­ra­graf itu bia­sa­nya di­sebut paragraf campuran. Contohnya se­bagai ber­ikut.

(43) (a) Sebuah karangan tidak mungkin baik jika pa­ra­­graf­nya tidak tersusun dengan baik. (b) Paragraf me­ru­pa­kan sa­tuan ter­kecil sebuah karangan. (c) Isi­nya mem­­­ben­tuk sa­tu­an pi­kir­an seba­gai bagian dari pe­san yang di­sam­paikan oleh penulis dalam ka­rang­annya. (d) Paragraf yang tidak jelas su­sun­annya akan me­nyu­litkan pem­baca untuk me­nang­kap pikiran penulis. (e) Oleh se­bab itu, se­buah ka­rang­­an tidak akan baik jika pa­ra­graf­nya tidak di­­­su­sun de­ngan baik.

Contoh (43) tersebut merupakan paragraf yang disusun dengan cara mengulang kalimat topik, yaitu kalimat (a) dan (e). Kalimat (e) merupa­kan ulangan dari kalimat (a). Ulangan itu dimaksudkan untuk mem­­beri tekanan pada pi­kir­an atau ide pokok yang ter­tuang dalam kalimat (a).

Ada pula paragraf yang disusun dengan cara menempatkan kali­mat topiknya seperti da­lam contoh (44) dan (45) ber­ikut ini.

(44) (a) Sumber daya manusia semakin disadari fung­si penting­nya dalam usaha mencapai kesejahteraan bang­sa di semua sektor kehidupan. (b) Dengan de­mi­ki­an, usa­ha- usa­ha pengembangan sumber daya ma­­nu­sia dan pe­ning­­kat­an kualitas sumber daya manusia menjadi lebih intensif dilakukan. (c) Usaha-usaha ini memer­lukan pe­ren­canaan yang harus dilan­daskan pada pe­mahaman tentang ber­bagai aspek sum­ber da­ya manusia.

(45) (a) Kesadaran masyarakat untuk menyertifikatkan ta­­nah pada masa sekarang cukup tinggi. (b) Hal ini di­buk­tikan dari jumlah permohonan sertifikat ke kan­tor per­ta­hanan yang me­ningkat pada setiap bulan­nya. (c) De­ngan de­mi­kian, masyarakat mulai menger­ti pen­­ting­nya ser­tifikat tanah. (d) Pemilik tanah hanya mempunyai hak sepenuh­nya yang berkekuatan hukum kalau tanah yang dimi­likinya sudah bersertifikat. (e) Ka­­lau belum bersertifikat, pe­milik tanah belum sepe­­nuh­nya dijamin hak kepe­mi­lik­annya.

Paragraf (44) dan (45) tersebut disusun dengan meletakkan kalimat topik di te­ngah paragraf. Kalimat topik dalam paragraf (44) adalah ka­limat (b), yaitu Dengan de­mi­ki­an, usaha-usaha pengembangan sumber daya ma­­nu­sia dan pengingkatan kualitas sumber daya manusia men­­jadi le­bih intensif dilakukan, sedangkan kalimat (a) dan (c) me­ru­pa­kan kalimat pengembang. Dalam paragraf (45), kali­mat (c), ya­itu De­ngan demiki­an, ma­sya­rakat mulai menger­ti pen­­ting­nya sertifikat ta­nah, me­­rupakan kalimat topik, sedangkan kalimat (a) dan (b) ser­ta ka­limat (d) dan (e) merupakan kalimat pengem­­­bang. Paragraf yang ka­limat topik­nya ada di te­ngah pa­ragraf itu disebut paragraf te­ngah (lih. Liang Gie dan Wi­dya­­mar­­taya, 1983:17).

Terkait dengan cara penyusunan paragraf, sebenar­nya tidak ada aturan mutlak yang mengikat (Liang Gie, 2002:69). Dalam penyu­sun­­an paragraf, kalimat topik itu dapat diletakkan di mana saja. Kalimat topik itu da­pat ditempatkan di awal, di tengah, di akhir, atau di awal dan di akhir paragraf. Yang terpenting dalam penyusunan pa­ragraf ada­lah bu­kan letak kalimat topiknya, tetapi ide po­kok dalam pa­ragraf jangan sampai kabur. Oleh karena itu, cara penyusunan pa­ragraf mana yang dipilih bergantung kepa­da keterampilan seorang pe­nulis karangan.

D. Pola Pengembangan Paragraf
Sebuah paragraf yang baik mengandung kalimat topik dan ka­limat pengembang yang berhubungan satu sama lain. Hubungan itu me­nyangkut sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang. Mak­sudnya, sesuatu yang diungkapkan da­lam ka­­limat pengem­bang se­­nan­tiasa berhubungan dengan dan tidak boleh terlepas dari ide po­kok yang di­ketengahkan dalam kalimat to­pik. Wujud sesuatu dalam kalimat pengem­bang itu ada bermacam-macam sehingga lahirlah berma­cam- macam pola pengembangan paragraf. Paragraf itu antara lain da­pat di­kem­bangkan dengan pola contoh, alasan, perbandingan, perlawan­an, dan definisi.

Sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang dapat be­rupa “con­toh”. Con­tohnya sebagai berikut.

(45) (a) Khusus untuk jenis mainan yang memerlukan gerak tubuh yang leluasa dan banyak hingga memer­lukan ruangan yang luas, dengan sendirinya yang paling dulu ha­rus dipertimbangkan adalah kondisi ru­mah dan sekitar­nya apakah cukup memenuhi syarat. (b) Mainan seperti itu, mi­salnya, adalah bola, layang-layang, se­peda, mobil- mo­bil­an untuk dikendarai, ra­ket dan cock untuk ber­main bulutangkis, dan sebagai­nya.

(46) (a) Arti dari kata “koleksi” adalah suatu kegiatan un­tuk mengumpulkan benda-benda sejenis atau beberapa je­nis terus-menerus selama waktu yang tidak terbatas. (b) Contohnya adalah mengumpulkan perangko, suatu kege­maran atau hobi yang la­zim.

Contoh (45) dan (46) tersebut merupakan paragraf yang terdiri atas dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (b). Kalimat (a) merupakan kalimat topik, sedangkan kalimat (b) merupakan ka­­limat pengembang. Se­sua­tu yang disampaikan dalam kalimat (b) itu adalah “con­­toh” untuk ide po­kok yang dituangkan dalam kalimat (a).
Sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang da­pat pu­la berupa “alasan”. Contohnya se­bagai berikut.

(47) (a) Sering kali, untuk memainkan suatu mainan anak masih memerlukan bantuan orang tua. (b) Alas­an­nya ada­lah anak memang belum tahu bagaimana ca­­­ranya mem­­­peroleh kegembiraan semaksimal mungkin dari ma­in­­­an barunya.
Paragraf (47) tersebut terdiri atas dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan kalimat (b). Kalimat (a) adalah kalimat topik, sedangkan kalimat (b) me­rupakan kalimat pengembang. Kalimat pengembang teersebut ber­isi “alas­an” untuk ide pokok yang diungkapkan dalam ka­­limat topik.

Alasan yang tertuang dalam kalimat pengembang dapat meru­pakan “akibat” dari ide pokok dalam kalimat topik. Amati­lah co­n­­­­­toh ber­ikut.

(48) (a) Sebelum awal abad XX, banyak kritikus me­ng­­akui bahwa struktur plot yang rapi, yang diajukan oleh Aris­toteles dan peng­ikutnya, tidak dapat di­kenakan pada novel. (b) Akibatnya, mes­kipun te­tap relevan untuk cerita pendek, pembicaraan tentang struktur menjadi ber­kurang.

Kalimat topik dalam paragraf (48) tersebut ada­lah kalimat (a), se­dang­kan kalimat (b) merupakan kalimat pengembang. Kalimat (b) me­rupakan aki­bat dari ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat (a) se­hingga antara kalimat topik dan kalimat pengembang tersebut terbentuk hu­bungan “sebab-akibat”. Sebalik­nya, pada contoh berikut ini, ka­li­­mat pengembang, yaitu kalimat (b), merupakan “sebab” dari ide da­­­lam kali­mat topik, yaitu kalimat (a).

(49) (a) Saran dan kritik yang ditujukan untuk mem­­­per­­baiki usa­ha penyempurnaan program Applied Ap­proach ini akan kami terima dengan senang hati. (b) Hal ini karena usaha penyempurnaan program itu ba­ru merupa­kan satu langkah dari langkah-langkah yang harus dila­lui dalam pe­ningkatan kualitas dosen di perguruan ting­gi.

Kalimat pengembang dapat pula berupa “perbandingan” dari ide po­kok yang dituangkan da­lam kalimat topik. Contohnya sebagai ber­ikut.

(50) (a) Perbedaan antara eksposisi dan argumentasi terletak pa­da tujuan ma­sing-masing. (b) Eksposisi ha­nya ber­­usaha untuk menjelaskan atau menerangkan sua­tu po­kok persoalan, sedangkan argumentasi berusaha untuk mem­buktikan kebenaran dari suatu pokok persoalan. (c) Dalam eksposisi, penulis menye­rah­kan ke­putusannya ke­pa­­­da pem­baca, sedangkan dalam argu­men­tasi penulis ingin mengubah pandangan pembaca.

Ide pokok dalam contoh (50) tersebut adalah ‘perbedaan tujuan an­tara eksposisi dan argumentasi’. Ide pokok itu diungkapkan da­lam kalimat topik, yaitu kalimat (a). Perbedaan tujuan itu kemu­dian dibandingkan da­lam kalimat, yaitu dalam kalimat (b) dan (c).

Yang dikemukakan dalam kalimat pengembang dimungkin­kan pula berupa “sesuatu yang berlawanan” dengan ide pokok yang di­tuang­­kan dalam kalimat topik. Perhatikanlah contoh yang berikut.

(51) (a) Membaiknya hubungan Timur-Barat disambut ba­ik oleh dunia. (b) Se­baliknya, perkembangan itu makin memperjelas ke­timpangan hubungan Utara-Se­latan yang berdampak negatif terhadap pembangunan di negara-ne­ga­­ra ber­kembang.

Contoh (51), yang dikutip dari Ramlan (1993:48), itu terdiri atas dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (kalimat (b). Kalimat (a) merupa­kan kalimat topik, sedangkan kalimat (b) merupakan kalimat pengem­­bang. Kalimat pengembang itu berisi “sesuatu yang berlawanan” de­ngan ide pokok yang tertuang dalam kalimat topik.
Yang disajikan dalam kalimat pengembang dimungkinkan be­ru­pa “definisi” dari sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat topik. Con­tohnya sebagai berikut.

(52) (a) Istilah argumentasi diserap dari bahasa Inggris argumentation. (b) Istilah terakhir itu diterjemahkan ke dalam ba­hasa Indonesia menjadi ‘bahas­an’ atau ‘ulas­an’. (c) Argu­men­­tasi berarti ‘pemberian alasan untuk memper­kuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atan ga­gas­an’. (d) Jadi, suatu ka­rangan disebut argumentasi apa­­bila da­­lam karangan itu dikemukakan alasan, contoh, atau buk­­ti yang kuat dan meyakinkan untuk mendukung atau me­nolak suatu pendapat, pendiri­an, atau gagasan.

Contoh (52) tersebut merupakan paragraf yang dikembangkan de­ngan pola definisi. Kalimat (a) berfungsi sebagai kalimat topik yang berisi istilah “argu­mentasi”, sedangkan kalimat (b)-(d) merupakan kalimat pe­ngem­bang yang berisi definisi dari istilah argumentasi yang dimuat da­­lam kalimat (a).

E. Cara Membentuk Kesatuan Hubungan Antarkalimat da­lam Paragraf
Hubungan antarkalimat dalam paragraf harus bersifat me­nya­tu. Si­­fat menyatu ini dapat terbentuk manakala penafsiran kalimat yang satu bergantung pada kalimat yang lain. Kalimat yang satu mempra­ang­gap­kan atau dipra­anggapkan kalimat yang lain. Kesa­tu­an itu dapat di­­ben­tuk dengan unsur-unsur kebahasaan yang berfungsi menghu­bung­kan kalimat-ka­li­mat di dalam paragraf. Unsur-unsur ke­baha­saan itu disebut pe­nanda hubungan. Istilah teknis untuk penan­da hu­bungan itu ialah kohe­si. Kohesi ini berbeda dengan ko­herensi. Ko­hesi me­ru­juk ke perpaut­an bentuk, sedangkan kohe­ren­si pa­da per­pautan makna (Al­­­wi dkk. 1993:43).
Fungsi penanda hubungan adalah untuk menyatukan hubung­an an­­­tara kalimat yang sa­tu dengan kalimat yang lain dalam suatu pa­ra­graf (Ram­lan,1993:12). Penanda hubungan itu dapat berwujud pe­­nunjuk­an, penggantian, penghilang­an, penghubung, dan pengulang­­an.

Penunjukan adalah penanda hubungan antarkalimat yang be­rupa kata tun­juk. Penun­jukan itu terbagi atas dua jenis, yaitu penun­juk­an ke de­­­pan, yaitu menunjuk kalimat sebelumnya, dan ke bela­kang, yaitu me­nunjuk kalimat ber­ikutnya. Penunjukan itu misalnya kata itu yang me­nunjuk eksperimen Stern dalam contoh ber­ikut.

(53) (a) Eksperimen Stern jelas memberikan sumbang­an yang pen­­ting bagi perkembangan ilmu fisika. (b) Te­ta­pi, upaya itu sen­diri memperlihatkan sifat penting lain­nya dalam mengkaji eks­perimen yang seringkali tidak te­rumus­kan secara leng­kap ke­tika peralatan itu mula- mu­­­la dikembangkan.

Paragraf (54) tersebut berunsurkan dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (b). Paragraf tersebut bersifat menyatu. Kesatuan itu ditunjukkan lewat penggunaan kata tunjuk itu pada kalimat (b).
Di samping kata itu, kata ini, tersebut, ber­ikut, berikut ini, dan di ba­wah ini juga berfungsi sebagai penanda hubungan penun­jukan. Con­tohnya sebagai berikut.

(54) (a) Tikar yang berukuran besar dibuat dari daun pan­­dan atau sejenis gelagah yang disebut werot. (b) Ge­­lagah ini dipipih­kan da­hulu, dipotong tiga, kare­na daun itu terdiri atas tiga segi, dan dianginkan sampai ke­ring. (c) Daun ini berwar­na kuning dan bisa langsung dipa­kai, kecuali jika meng­hendaki warna yang lain. (d) Untuk itu, gelagah direndam di tempat yang berair selama 24 jam la­lu dimasak dengan daun atau ku­­lit kayu yang mengan­dung war­na tertentu. (e) Setelah dijemur akan diperoleh warna tetap yang diingin­kan. (f) Hiasan tikar ini umumnya berbentuk segi empat dengan berbagai ukuran atau garis-garis lebar yang panjang me­nyilang dan diselingi ga­ris-ga­ris kecil.

(55) (a) Kehidupan industri yang sesungguhnya tidak ber­kem­bang di Minahasa. (b) Di Jawa orang membuat ba­rang-barang untuk di­jual, tetapi di Minahasa hal itu tidak ba­nyak terjadi. (c) Tidak diketahui apakah ada alasan lain yang menyebabkan hal tersebut. (d) Satu-sa­­tu­nya alasan masuk akal yang dapat dibayangkan ada­lah rendah­nya taraf hidup masyarakat sehingga per­­kem­bangan in­dus­tri tidak dapat dihrapkan dari me­re­ka. (e) Ber­kembangnya per­­adaban pada giliran­nya akan mendorong lebih banyak ke­giat­an dan orang akan lebih ba­nyak menciptakan usa­ha.

(56) (a) Industri berikut berbeda dengan beberapa cabang kerajin­an pribumi yang umumnya dikerjakan pa­ra wa­nita, yakni dua je­nis tenunan. (b) Yang pertama dan yang paling kasar adalah ka­du, yaitu kain yang pan­­jang­nya beberapa elo dan lebarnya ku­rang dari se­tengah me­ter untuk rok wa­nita atau kemeja panjang un­tuk pria dan wanita. (c) Kain tersebut juga dipakai untuk layar pe­ra­hu pribumi atau tirai serambi muka rumah bebe­ra­pa kepala negeri sebagai peng­ganti kain licin. (d) Selain itu, kadu juga dija­dikan ka­­rung untuk mengangkut beras atau padi.

(57) (a) Berikut ini akan diuraikan siapa Austin dan ha­sil kar­­yanya beserta pokok-pokok pemikiran filsafatnya, baik yang umum mau­pun yang khusus, terutama pemi­kir­an fil­safat bahasa Austin dalam How To Do Things with Words secara panjang lebar. (b) Yang diuraikan ter­utama yang me­nyangkut masalah perbedaan antara ucap­­an-ucap­an performatif dan ucapan-ucapan konstatif be­serta syarat-sya­rat yang harus dipenuhi agar ucapan- ucapan ter­sebut dapat di­sebut sebagai ucap­an-ucap­an per­forma­tif atau ucapan-ucap­an konstatif.

(58) (a) Apa yang disebutkan di bawah ini tidak merupakan kebulatan karena hal-hal yang dipaparkan ini tidak ada hu­bungannya satu sama lain, kecuali bahwa itu tentang deik­sis. (b) Karena itu sengaja diuraikan se­cara sing­­kat (se­­hing­ga dapat menimbulkan ke­san seolah-olah meloncat-loncat penyajiannya) untuk memban­tu memberi­kan gam­baran yang lebih jelas tentang deiksis dan apa yang me­narik tentang deiksis.

Penggantian adalah penanda hubungan antarkalimat yang be­­rupa penggantian unsur bahasa tertentu dengan unsur bahasa yang lain. Con­­toh konkretnya adalah penggantian kaum pria de­ngan me­re­ka da­lam con­toh yang berikut.

(59) (a) Kaum pria tidak memiliki sesuatu yang luar bia­sa. (b) Ram­but mereka dipotong pendek dan bebe­rapa di antaranya mem­perhatikan sisiran rambut. (c) Mereka yang mu­da-muda sa­ngat rapi. (d) Yang menco­lok dari me­­­re­ka ada­lah kemampuan meniru kaum muda. (e) Me­reka bah­kan mengenal penampilan ala polka. (f) Dahu­lu rambut me­reka dibiarkan panjang dan dipotong se­per­ti rambut wa­nita seperti yang masih dilakukan orang Bal­tik. (g) Be­berapa di antara me­reka dicukur gundul. (h) De­ngan jang­gut, me­re­ka tidak menemukan banyak kesulitan ka­rena umum­nya me­reka tidak berjanggut. (i) Apakah me­reka ma­lu ber­janggut atau kegenitan mereka menentang­nya, tidak diketahui. (j) Yang pasti, kadang-ka­dang me­re­ka ru­kun duduk ber­sama dan saling mencabuti jang­­gut. (k) Sementa­ra itu, waktu ber­jalan terus. (l) Se­ka­rang, me­me­lihara jang­gut sangat me­reka hargai, bukti se­der­hana yang me­nandakan bahwa janggut dipelihara de­ngan sa­ngat sak­sama.

Paragraf (59) tersebut terdiri atas dua belas kalimat, yaitu kalimat (a)-(l). Hubungan antarkalimat dalam paragraf (59) itu bersifat me­nyatu. Ke­satuan itu ditunjukkan dengan penggantian kata ka­um pria pada kalimat (a) dengan kata ganti orang mereka pada kalimat (b)-(l).

Di samping kata mereka, kata dia, -nya, dan beliau juga dapat di­gunakan untuk mem­bentuk kesatuan hubungan antarkalimat dalam pa­ra­graf. Berikut ini disajikan contoh-con­tohnya.

(60) (a) Di Rejosari, Ngadiyan sosok yang agak istime­wa. (b) Bukan hanya mem­pertahankan kebiasaan Ja­wa- Hindu, ia justru berprak­tik sebagai dukun dan pelatih kuda kepang selain berkebun kelapa sawit di tanahnya se­­luas satu hektar yang dilakukannya se­jak tahun 1956. (c) Entah mengapa ia tidak sampai digang­gu gugat di Re­josari.

(61) (a) Taslim sendiri penduduk asli Rejosari. (b) Orang tuanyalah yang Jawa. (c) Ayahnya yang berasal da­ri Semarang, datang melalui Singapura. (d) Tahun 1924 ia me­nuju Rejosari, dan dua tahun kemudian mem­bangun ru­mah bergaya Melayu.

(62) (a) "Para penyeleweng uang pajak harus ditindak de­ngan tangan besi", demikian kata Presiden Republik Indone­sia. (b) Hal itu beliau kemukakan ke­pada Men­te­ri Ke­uang­an di Bina Graha Kemarin.

Penghilangan adalah penanda hubungan an­tarkalimat yang be­ru­­pa penghilangan unsur terten­tu yang telah di­se­but pada kali­mat se­be­lum­nya. Misalnya adalah penghilangan ka­ta orang pada ka­limat (b) da­lam contoh (63) dan (64) ber­ikut ini.

(63) (a) Di sini terlihat orang mengenakan sarung dan ke­ba­ya. (b) Ada juga ø yang hanya mengenakan sarung yang diikatkan di atas dada.

(64) (a) Belum pernah, dalam sejarah, sebuah buku me­­­nim­bul­kan onar sedunia seperti The Satanic Verses yang ditulis Salman Rus­dhie. (b) Orang Islam yang su­dah me­m­ba­canya tersinggung. (c) Menurut orang yang sudah membaca ø, novel itu menghina Nabi Mu­hammad SAW.

Hubungan antarkalimat dalam paragraf (37) dan (38) tersebut bersifat me­nyatu. Pada contoh (37), si­fat menyatu itu dibentuk dengan meng­hilangkan kata orang pada kalimat (b). Pada contoh (37), sifat menya­tu itu dibentuk dengan meng­hilangkan kata tersinggung pada kalimat (c) dan membacanya pada kalimat (d). Unsur yang dihilangkan (yang dilambangkan dengan tanda ø) itu dapat ditampilkan ulang sehingga pa­ragrafnya menjadi sebagai berikut.

(63a) (a) Di sini terlihat orang mengenakan sarung dan ke­ba­ya. (b) Ada juga orang yang hanya mengenakan sa­rung yang diikatkan di atas dada.

(64a) (a) Belum pernah, dalam sejarah, sebuah buku me­­­nim­bulkan onar sedunia seperti The Satanic Verses yang ditulis Salman Rus­dhie. (b) Orang Islam yang su­dah mem­­ba­canya tersinggung. (c) Menurut orang yang sudah membaca novel itu, novel itu menghina Nabi Mu­hammad SAW.

Penghubung adalah penanda hubungan antarkalimat yang be­ru­pa kata penghubung. Kata penghubung adalah kata yang berfungsi menghu­bung­kan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Ka­ta peng­hu­bung itu, mi­salnya, adalah oleh karena itu, dengan demi­ki­an, na­mun, dan sebaliknya dalam con­­­toh yang ber­ikut.

(65) (a) Boleh dikatakan bahwa semua aspek pendidik­an da­sar berada dalam keadaan buruk. (b) Oleh ka­rena itu, un­tuk memperbaharui dan memperbaiki pendidikan da­sar diper­lu­kan suatu pandangan yang luas.

(66) (a) Diskusi kelas merupakan cara yang paling efek­­tif un­tuk melatihkan keterampilan strategi kognitif kepada ma­­hasiswa. (b) Hal ini dapat dicapai jika anggota kelas mempunyai homogenitas yang cukup tinggi atas kete­ram­pilan dan pengetahuan yang dimiliki. (c) Dengan de­mi­ki­an, setiap anggota kelas dapat memperlihatkan pe­mi­lih­an strategi pemecahan masalah yang asli dan krea­­tif. (d) Um­pan balik menjadi mekanisme untuk me­nilai ke­aslian stra­tegi pemecahan masalah dan tingkat kreativitas mahasiswa. (e) Namun, seperti juga dalam pemilihan masalah dan ka­sus untuk latih­an, situasi yang ideal jarang di­­te­mukan. (f) Yang se­ring ditemukan adalah suasana dis­kusi ke­las yang seba­­gi­an ang­gotanya masih mengajukan pertanya­an-perta­nyaan yang me­nun­jukkan bah­wa me­reka belum menguasai keterampilan-kete­ram­pilan yang menjadi pra­sya­rat bagi la­tihan strate­gi kognitif. (g) Oleh kare­na itu, do­sen perlu be­kerja ke­ras untuk meng­hindari si­­tuasi seperti itu.


Di samping kata oleh karena itu, dengan demi­ki­an, dan na­mun, masih ada kata penghubung lain yang juga berfungsi sebagai penyatu hu­bung­an an­­tarkalimat da­lam paragraf. Sebagai peng­hu­bung antar­kalimat, kata-kata penghubung tersebut ter­letak di awal kalimat. Dalam pema­kaian, kata-kata penghubung itu diikuti oleh tan­da koma (,). Dalam tabel berikut ini, disajikan daftar kata peng­hu­bung da­lam paragraf itu yang di­kelompokkan menurut hubungan maknanya.

kata penghubung dalam pragraf

Hubungan Makna = Kata Penghubung dalam Paragraf
1. Penjumlahan = selain itu, di samping itu, kecuali itu
2. Perlawanan = namun, akan tetapi, sebaliknya, namun demikian, namun begitu, walaupun demikian, walaupun begitu, meskipun demikian, meskipun begitu, sekalipun demikian, sekalipun begitu, biarpun demikian, biarpun begitu, kendati(pun) demikian, kendati(pun) begitu, sungguhpun demikian, sungguhpun begitu, padahal
3. Penyebaban = oleh karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu, sebabnya
4. Pengakibatan = Akibatnya
5. Cara = dengan demikian, dengan begitu
6. Penyimpulan = jadi, pendek kata, pendeknya, pokoknya
7. Waktu = sementara itu, ketika itu, (pada) waktu itu, sebelum itu, sehabis itu, sesudah itu, setelah itu, sejak itu, semenjak itu, selanjutnya, akhirnya
8. Pelebihan = tambahan lagi, tambahan pula, bahkan, ma¬lah¬¬an, apalagi

Pengulangan adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-rupa penye¬butan kemba¬li unsur tertentu yang telah disebut pa¬da kalimat sebelumnya. Contohnya adalah kata pen¬¬didikan dan Aus¬tin yang diulang-ulang ber¬i¬kut ini.

(43) (a) Pendidikan seringkali dijelaskan melalui sudut pandang masing-masing orang. (b) Ahli sosiologi akan meng¬artikan pendidikan sebagai usaha pewarisan dari ge¬¬nerasi ke generasi. (b) Pa¬kar antroplogi mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindah¬an pengetahuan dan ni¬lai-nilai ke¬pa¬da generasi berikutnya. (c) Ahli eko¬¬nomi akan mengartikan pendidikan sebagai suatu usaha pe¬na¬nam¬an mo¬dal sum¬ber daya manusia untuk membentuk tenaga kerja dalam pembangun¬an bangsa. (d) Penjelasan pendidik¬an yang beraneka ragam berda¬sarkan sudut pan¬dang yang khusus da¬ri masing-masing ilmu tersebut di¬se¬but sebagai penjelas¬an yang fragmented and disconnec¬ted.

(44) (a) Austin meragukan kebenaran yang dapat dice¬rap oleh data inderawi (sense data), misalnya tongkat yang lurus setelah dimasukkan ke dalam gelas kaca yang ber¬isi air, kelihatannya tongkat tersebut menjadi bengkok. (b) Austin menjelaskan bahwa keanehan se¬perti itu ditimbul¬kan oleh ketidaksempurnaan alat in¬de¬rawi manu¬sia atau kesalahan dalam meletakkan ben¬da yang dilihat. (c) Aus¬tin menjelaskan lebih lanjut bahwa kebenaran itu se¬be¬tulnya sangat tergantung pa¬da situasi di tempat sesuatu hal itu ditampilkan, dan ji¬ka hal ini dihubungkan dengan ma¬salah kegunaan ba¬hasa, yang dinamakan kebenar¬an itu se¬benar¬nya sa¬ngat tergantung pa¬da situasi yang konkret ka¬pan kata, ungkapan, dan ka¬limat ter-sebut diutarakan atau diungkapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...