Pendekatan Positivistik

BAB I
PENDAHULUAN

Pendekatan adalah upaya untuk mencari, menemukan, atau memberi dukungan akan kebenaran yang relatif, yang sebagai suatu model. Untuk memahami, kita sebagai manusia pasti mengdunia beserta isinya maka digunakan pendekatan. Manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai nafsu terkadang menimbulkaan masalah bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini manusia menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah untuk menyelesaikan masalah. Dalam konteks ini, pendekatan itu disebut “objektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku, dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia “nyata” yang diamati oleh panca indra ,diukur, dan diramalkan. Bagi seorang ilmuan penguasaan pendekatan ilmiah merupakan suatu kewajiban, karena tanpa pendekatan ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah, sehingga mudah bagi seorang ilmuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode ilmiah.
Oleh karena itulah pendekatan ilmiah sangat penting sekali untuk mengetahui seberapa jauh penalaran kita terhadap hal-hal yang jelas dan objektif. Positivisme yang merupakan salah satu akar dari filsafat modern, merupakan suatu paham yang hanya menerima ilmu kealaman sebagai satu-satunya ilmu yang benar. Atas dasar itulah penulis makalah ini akan memperdalam pendekatan positivisme tersebut agar menjadi suatu pemahaman yang baru tentang keunggulan pendekatan positivistik tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendekatan Ilmiah
Apabila seseorang mengatakan bahwa dia sedang melakukan pendekatan dengan orang lain yang sedang tertekan jiwanya ( stres ), ini berarti ia sedang berusaha memahami keadaan orang yang strees tersebut. Namun, persoalannya ialah hasil pemahaman yang diperolehnya akurat atau tidak. Ini sangat tergantung pada dasar berfikir yang ia pegangi yang secara langsung mewarnai bentuk serta langkah-langkah pendekatan yang ia tempuh.
Terkait dengan itu ternyata orang dapat membedakan bahwa bentuk dan langkah seseorang memahami sesuatu (melakukan pendekatan) ada yang tidak ilmiah (model awam) dan ada yang ilmiah (ilmuan atau akademisi).
Orang awam memahami sesuatu adalah dengan cara yang sangat sedehana dan penuh dengan kira-kira, sehingga kesimpulan yang ditetapkannya sering tidak valid. Misal, ketika ada orang sakit dan yang bersangkutan dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, tetapi berbicara sendiri. Menurut pemahaman orang awan, penyakit tersebut disebabkan oleh gangguan makhluk halus. Tampaknya kesimpulan itu hanya berdasar kira-kira atau mengarang. Karena kapasitas pengetahuan yang mereka miliki tentang alam makhluk halus benar-benar tidak ada. Disamping itu, mustahil mereka bisa melakukan kontak langsung dengan makhluk halus, mengingat kodratnya berbeda alam. Selanjutnya hal itu juga hanya bertujuan untuk mengokohkan (terutama para dukun dan paranormal) bahwa dirinya termasuk orang suci, hebat, pilihan dan lain-lain yang dampak social serta ekonominya dapat mereka raih.
Sebaliknya ilmuan atau akademisi dalam melakukan pendekatan terhadap sesuatu tentu secara ilmiah. Yaitu selalu :
1.    Menetapkan objek dan focus permasalahannya
2.    Menetapkan metode analisa sesuai dengan objek yang dikajinya
3.    Menetapkan analisa
Meskipun ketiga hal itu dilakukan, tetapi ternyata model keilmiahannya berbeda-beda. ada yang ilmiah spekulatif atau non positivistik (karena penalarannya yang deduktif), kemudian ada yang ilmiah positivistik (karena penalarannya yang induktif), dan ada yang ilmiah pragmatig (karena penalarannya yang abduktif).
Berikut ini akan dibahas pendekatan ilmiah positivistik.
B.    Pendekatan Ilmiah Positivistik
Pendekatan ilmiah positivistic didukung oleh penalaran induktif. Model pendekatan ini diilhami oleh gerakan keilmuan masa modern yang mengharuskan adanya kepastian di dalam suatu kebenaran. Hal tersebut bisa terwujud apabila kebenaran dari suatu kesimpulan dapat diukur, diobservasi, dan diverifikasi. Inilah yang disebut dengan yang positif.
Gagasan ini muncul, karena diilhami oleh paham empirisme dan didukung oleh kelompok Wina (Vienna Circle) yang berpandangan positivistic serta A. Ayer dengan gagasan positivism logisnya.
Prinsip utama kaum  positivistis, dengan penalaran induktifnya ialah termuat dalam pernyataan mereka yang menyebutkan bahwa tugas ilmu pengetahuan modern tidak lain adalah merumuskan hukum-hukum yang bersifat umum dan mutlak.
Hukum seperti itu pada kenyataannya dirumuskan berdasar eksperimen atau pembuktian empiris. Sebagai contoh orang berkesimpulan dan itu benar bahwa logam; apapun jenisnya, jika dipanaskan maka akan memuai. Di sini tampak bahwa proses nalar tersebut tidak lain berlandaskan pada pengujian terhadap berbagai macam logam yang dipanaskan dan ternyata semua memuai. Penemuan bukti pemuaian logam itu dipandang sebagai kebenaran yang bersifat umum, bermula dari peristiwa yang bersifat khusus. Jalan pengambilan kesimpulan inilah yang disebut dengan penalaran induktif.
Dalam pendekatan positivistik, obyek ilmu yang ada harus memenuhi beberapa persyaratan. Diantaranya adalah testable (dapat diuji), predictable (dapat diamalkan), verifiable, measurable (dapat diukur), dan observable (dapat diamati).
Orang bisa beranggapan bahwa memang terdapat kepastian kebenaran yang disimpulkan dengan pendekatan ilmiah positivistic terhadap hal-hal yang bersifat empiris yang bertumpu pada penalaran induktif. Akan tetapi jika dikaji secara seksama masih juga ditemukan pada penalaran induktif. Terutama pada jenis penalaran itu sendiri.
Dalam hal ini Karl Raimund Popper membantu member penjelasan tersebut. Ia mengatakan bahwa pada prinsipnya verifikasi tidak pernah bisa untuk menyatakan kebenaran hokum umum. Pada hal kenyataan membuktikan bahwa terjadi generalisasi pada induksi, sebab dari kasus kongkret dan khusus disimpulkan hokum umum. Dengan kata lain bahwa hukum-hukum umum dalam ilmu pengetahuan tidak pernah bisa diverifikasi. Jelasnya adalah jika prinsip induksi diakuai, maka mestinya mereka sadar bahwa (sebagaimana juga metafisika) sebagian besar ilmu pengetahuan alam; dengan dasar kebenaran umum/generalisasi/induksi, tersebut juga tidak bermakna. Sebab hal itu tidak berkenaan dengan wilayah empiric lagi melainkan dengan rasio.
Pada pendekatan positivistic digunakan dua metode. Metode tersebut adalah metode siklus empiri (L-H-V) dan metode linear. Metode siklus empiri bisaa digunakan untuk ilmu alam sedangkan  metode linear bisaanya digunakan untuk ilmu social dan humanistic.
Ghazali, bachridkk. 2005. Filsafat Ilmu. Pokjaakademik UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

C.    Ciri-ciri umum pendekatan positivistik
Ciri-ciri umum kaum positivistik. Pertama, kaum positivistic memiliki keyakinan bahwa suatu teori memiliki kebenaran yang bersifat universal. Kedua, kaum positivistic memiliki komitmen terhadap usaha-usaha objektif untuk mencapai suatu kebenaran objektif tentang fenomena. Ketiga, kaum positivistic memiliki kepercayaan yang bersifat deterministic bahwa setiap gejala dapat dirumuskan dan mengikuti hokum sebab akibat. Keempat, kaum positivistic memiliki pandangan bahwa setiap variable penelitian dapat diidentifikasi, diidentifikasikan dan pada akhirnya dapat dijadikan sebagai suatu rumusan formal ilmiah dalam bentuk teori dan hukum. Kelima, kaum positivistic memiliki pemahaman bahwa hubungan antar variable dapat dirumuskan melalui rumusan yang secara matematis telah dialami ketepatannya dalam usaha untuk menguji dan mengembangkan proposisi-proposisi teoritis.
D.    Tahapan atau tingkatan cara berpikir positifistik
Ada tiga tahapan cara berpikir positivistic yaitu :
1.    Tingkatan teologi (Etat Theologique)
Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian di alam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah.
2.    Tingkatan metafisik (Etat Metaphisique)
Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berpikir teologis, dimana Tuhan atau dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam.
3.    Tingkatan positif (Etat Positive)
Pada tahapan ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam.



BAB III
KESIMPULAN
Manusia tidak terlepas dari masalah. Dalam menyelesaikan masalah, manusia menggunakan suatu pendekatan untuk memahaminya. Manusia pun dalam memahami sesuatu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang menggunakan pendekatan ilmiah maupun tidak ilmiah. Perbedaan ini didasarkan dari bentuk dan langkahnya. Pendekatan ilmiah terhadap suatu oleh para ilmuan atau akadamisi dilakukan secara ilmiah dengan berbeda model keilmiahannya.
Positivistik merupakan salah satu model pendekatan ilmiah berdasar penalaran yang induktif. Pendekatan ini mengharuskan adanya kepastian di dalam suatu kebenaran berupa kesimpulan dapat diukur, diobservasi, dan diverifikasi. Prinsipnya adalah merumuskan hukum-hukum yang bersifat umum dan mutlak berdasarkan eksperimen atau pembuktian empiris. Metode yang digunakan pada adalah metode siklus empiri (L-H-V) untuk ilmu alam dan metode linear untuk ilmu sosial. Obyek ilmu yang ada harus dapat diuji, dapat diamalkan, dapat diukur, dan dapat diamati.  Pendekatan ini memiliki ciri umum dan ada tiga tahapan cara berfikir positivistik.



1 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...